Perbedaan Solusi Ahok dan Anies Untuk Menangani Masalah Banjir Jakarta

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kiri) dan Anies Baswedan (kanan)

Di awal tahun baru 2020 ini ibukota Indonesia yaitu Jakarta kembali diguyur hujan deras yang menyebabkan banjir di beberapa titik Jakarta. Sepertinya Jakarta memang tidak pernah lepas dengan kata banjir ya sampai banjir menjadi nama tengah DKI Jakarta. Contoh banjir besar yang pernah tercatat pada 1621. Banjir tidak peduli dengan siapapun pemimpin yang sedang memimpin dan kebijakkan yang ditawarkan, dirinya akan terus berkunjung ke Jakarta seperti saat ini.

Tapi nih banjir yang mengawali tahun 2020 ini, banyak yang mulai menyoroti kinerja dari gubernur DKI pada saat ini, siapa lagi kalau bukan pak Anies Baswedan. Khususnya banyak yang mulai membandingkan dengan apa yang terjadi saat pak Basuki Tjahaja Purnama alias pak Ahok sedang menjadi gubernur Jakarta. BTP dianggap lebih berhasil daripada Anies.

Benarkah demikian? Yuk mari kita menilai dari perbedaan solusi dari kedua gubernur Jakarta tersebut!

Banjir di teluk gong

Solusi yang paling menonjol adalah solusi yang ditawarkan oleh BTP yaitu normalisasi kali dan waduk. "Kalau hujan deras terus-menerus, harus sediakan wadah atau tampungan air yang lebih besar, sungai dan waduk harus diperluas lagi," ujarnya.

BTP juga mengatakan sungai semakin sempit karena banyaknya bangunan liar yang berdiri, maka dari itu normalisasi sungai juga sepaket dengan penggusuran bangunan liar di sekitar sungai. Setelah melakukan penggusuran, barulah daerah sungai dilebarkan dan dibeton. Salah satu yang terkena dampaknya normalisasi sungai adalah Kampung Pulo. Sayangnya normalisasi tersebut gagal dan terbukti dengan banjirnya di lokasi ini di awal tahun 2020.




Sedangkan Anies yang dari kampanye juga sudah getol dengan mengkritik kebijakkan normalisasi yang ditawarkan oleh BTP. Dirinya mengatakan seharusnya mencegah banjir itu dengan membuat drainase vertikal saluran yang membuat langsung masuk ke tanah.

"Jakarta bisa bebas dari banjir karena drainase vertikal, bukan drainase horizontal," ujar Anies pada 16 Februari 2017 silam. Kebijakkan lain dari Anies untuk menangani banjir yaitu normalisasi sungai juga tapi perbedaannya bukan dibeton tapi menghidupkan ekosistem di sekitar sungai. Tapi program tersebut sampai sekarang masih belum terealisasi juga yang mengakitbatkan banjir tetap datang.

Pengungsi

Pada hari Rabu 1 Januari 2020 malam, posko banjir di Jakarta dipenuhi dengan 31.232 pengungsi. Mereka tersebar di daerah Jakarta Pusat sebanyak 310 jiwa, Jakarta Utara yang berjumlah 1.515 jiwa, Jakarta Barat berjumlah 10.686 jiwa, Jakarta Timur 13.516 jiwa dan Jakarta Selatan yang berjumlah 5.305 jiwa. Mungkin karena tidak berjalannya program, dari situlah banjir di era Anies dikatakan banjir terburuk yang melanda ibu kota Indonesia sejak tahun 2013 yang dilansir dari DW.

Tapi ini juga bukan semuanya kesalahan program yang tidak berjalan kok, BMKG juga ikut mengatakan kalau curah hujan di awal tahun 2020 ini tergolong sangat ekstrem, bahkan curah hujan pada 1 Januari kemarin menjadi yang tertinggi sejak 24 tahun terakhir.

Apa pendapat kalian? Solusi siapa yang lebih baik dan apakah banjir ini benar karena curah hujan yang ekstrem atau karena program yang tak kunjung terealisasikan juga?



Sumber: Tirto.id